Sejarah Angklung, Alat Musik Tradisional Jawa Barat

Sejarah Angklung


Belajar Daring - Pada kesempatan kali ini Admin akan membagikan materi informasi mengenai Sejarah Angklung, Alat Musik Tradisional Jawa Barat.

Definisi Angklung

Angklung berasal dari bahasa Sunda angkleung-angkleungan yaitu gerakan pemain angklung dan membentuk suara klung yang dihasilkannya. 

Secara etimologis angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. 

Jadi, angklung adalah merujuk pada nada yang pecah atau tidak lengkap.

Bentuk angklung terdiri dari dua atau lebih batang bambu dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan tinggi rendahnya nada yang dibentuk menyerupai alat musik calung. 

Sejarah Angklung

Tidak ada petunjuk akan sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Menurut Dr. Groneman, Angklung telah ada di Nusantara, bahkan sebelum era Hindu. 

Menurut Jaap Kunst dalam bukunya Music in Java, selain di Jawa Barat, Angklung juga bisa ditemui di daerah Sumatra Selatan dan Kalimantan. 

Di luar itu, masyarakat Lampung, Jawa Timur dan Jawa Tengah juga mengenal alat musik tersebut.

Catatan mengenai angklung yang baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). 

Asal usul terciptanya musik bambu seperti angklung berdasar pada pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (parĂ©) sebagai makanan pokoknya. 

Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). 

Masyarakat Suku Badui, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. 

Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. 

Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Di lingkungan Kerajaan Sunda (abad ke 12 – abad ke16), Angklung dimainkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Sri (dewi padi/ dewi kesuburan).

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan. 

Tiap nada dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah tiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Selain itu, konon Angklung juga merupakan alat musik yang dimainkan sebagai pemacu semangat dalam peperangan, sebagaimana yang diceritakan dalam Kidung Sunda.

Di antara fungsi angklung yang dikenal oleh masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda adalah sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. 

Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung. 

Pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak-anak pada waktu itu.

Angklung adalah alat musik khas Indonesia yang banyak dijumpai di daerah Jawa Barat. Alat musik tradisional ini terbuat dari tabung-tabung bambu. 

Sedangkan suara atau nada alat ini dihasilkan dari efek benturan tabung-tabung bambu tersebut dengan cara digoyangkan. 

Sebagai bentuk pengakuan alat musik Indonesia, Angklung telah terdaftar sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO sejak November 2010. 

Angklung memiliki beberapa jenis, antara lain: Angklung Kanekes, Angklung Dogdog Lojor, Angklung Gubrag, dan Angklung Padaeng.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatra. 

Pada 1908, tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai dengan penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan sejak 1966, Udjo Ngalagena, tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda, mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Tokoh Perkembangan Angklung

Terdapat 2 (dua) tokoh yang berperan dalam perkembangan Angklung di Jawa Barat yaitu Daeng Soetigna sebagai Bapak Angklung Diatonis Kromatis dan Udjo Ngalagena yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog dan salendro.

Pada tahun 1938, Daeng Soetigna, menciptakan angklung dengan tangga nada diatonis. 

Angklung inovasi Daeng Sutigna tersebut berbeda dengan angklung pada umumnya yang berdasarkan tangga nada tradisional pelog atau salendro. 

Inovasi inilah yang kemudian membuat Angklung dengan leluasa bisa dimainkan harmonis bersama alat-alat musik Barat, bahkan bisa disajikan dalam bentuk orkestra. 

Sejak saat itu, Angklung semakin populer, hingga akhirnya PBB, melalui UNESCO, pada November 2010, mengakuinya sebagai warisan dunia yang harus dilestarikan.

Setelah Daeng Soetigna, salah seorang muridnya, Udjo Ngalagena, meneruskan usaha Sang Guru mempopulerkan Angklung temuannya, dengan jalan mendirikan “Saung Angklung” di daerah Bandung. 

Hingga hari ini, tempat yang kemudian dikenal sebagai “Saung Angklung Udjo” tersebut masih menjadi pusat kreativitas yang berkenaan dengan Angklung.

Udjo pun mempromosikan penggunaan angklung secara luas dalam pendidikan musik Indonesia. 

Saung Angklung Udjo sendiri didirikannya pada 1966 sebagai pusat pembelajaran dan pertunjukkan angklung.

Saat ini, SAU dioperasikan oleh keluarga dan anak-anak Udjo yang masih terus aktif mempromosikan angklung dan beragam kesenian lainnya, khususnya dari Sunda.

Tak hanya mengajar kelas musik dan tari kepada siswanya, pusat SAU ini juga menampilkan pertunjukkan wisata “Bambu Sore” setiap harinya, yang merupakan rumah bagi pabrik kerajinan bambu yang membuat souvenir bambu dan instrumen angklung berkualitas tinggi.

Hingga akhir hayatnya, Udjo juga sangat aktif berupaya menjangkau desa-desa dan sekolah-sekolah demi menyebarluaskan budaya angklung dan akhirnya mendapat dukungan untuk pendidikan angklung dari pemerintah.




Demikianlah materi informasi yang dapat Admin bagikan tentang Sejarah Angklung, Alat Musik Tradisional Jawa Barat, semoga dapat bermanfaat.

- Kenalkan Budaya Milik Bangsa Kepada Generasi Penerus -

Terima kasih.

Selamat Belajar Daring.

Posting Komentar untuk "Sejarah Angklung, Alat Musik Tradisional Jawa Barat"